Search This Blog

Saturday, March 5, 2022

behind Story Lahiran Baby Number 3

Malam hari setelah kontrol ke dokter Obgyn sekaligus cek lab persiapan opname besok, akhirnya saya mulai sounding ke anak-anak bahwa besok adalah waktunya bunda melahirkan adek. Kami sudah sepakat mengenai tempat menginap anak-anak sesuai dengan keinginan mereka, yaitu di rumah sepupunya. Malam itu juga entah kenapa anak-anak melow, tapi kelihatan berusaha tegar sembari menguatkan diri dengan berdoa. Ya, mendoakan bunda juga adek bayi semoga sehat, selamat, lancar proses melahirkanny dan segera pulang kembali ke rumah.


Sesaat sebelum kami tidur bersama, anak-anak membuat surat. Khamasa membuat surat untuk Bunda, sedangkan Kaysa untuk adek bayi. Kalau boleh jujur, baca surat-suratnya aja udah makin sedih, tapi cuma bisa sabar dan berdoa semoga ini segera berlalu.



Malam pertama Bunda di rumah sakit berjalan aman, anak-anak merasa nyaman tanpa mengeluh apapun. Drama dimulai keesokan hari, saat sepupunya harus ke Balikpapan karena ada acara, anak-anak ingin ikut. Tapi dengan diberikan pengertian dan penjelasan oleh Ayahnya, akhirnya mereka tidak ikut. Malam berikutnya anak-anak di rumah Eyang. anak-anak sengaja kami beri Handphone untuk saling berkomunikasi. Sekitar pukul 22:00 malam, Khamasa mengirim whatsup, mengatakan bahwa dia kangen, ingin video call. Duh bapernya Bunda saat itu, baru baca wa-nya aja mewek. Tapi karena anak-anak mau VC, bunda tahan tangis dan berusaha tegar.


Awal video call, kami bersikap biasa saja, ngobrol saling tanya kegiatan hari ini apa saja yang sudah dilakukan. Lama kelamaan semakin melow, anak-anak mulai nangis menahan rindu, karena bunda gak kuat lihatnya, terpaksa VC dilanjutkan oleh ayahnya. Ayah berusaha menguatkan anak-anak untuk sabar, InsyaAllah sebentar lagi kita pulang, mengingatkan anak-anak sholat dan berdoa agar Bunda dan adek bayi boleh segera pulang. Setelah itu VC ditutup dalam keadaan anak-anak sudah lebih tenang.

Keadaan yang ditujukkan anak-anak itulah yang pada akhirnya menguatkan Bunda untuk segera bisa berdiri dan ke kamar mandi sendiri tanpa bantuan. Sekuat tenaga esok harinya saya belajar dengan menahan sakit. Bayangan wajah anak-anak semalam membuat saya berhasil pada hari itu juga turun dari tempat tidur, berlatih berjalan, sekaligus buang air ke kamar mandi. Alhamdulillah sore hari saat dokter visit saya sudah boleh pulang.

Ternyata setelah di rumah, Khamasa cerita bahwa malam itu saat mau tidur dia nangis, tapi diam-diam supaya gak ada yang lihat. Dia nangis karena kangen, padahal saat video call saya pikir dia tegar karena memang gak nangis seperti Kaysa.

Sebagai seorang ibu, anak-anak adalah dunia-nya, hati-nya, kebahagiaannya yang tak bisa dibandingkan atau bahkan ditukar dengan apapun. Kebersamaan yang saya bangun untuk mengusahakan selalu berkegiatan ataupun melakukan perjalanan bersama semata untuk menghangatkan keluarga kecil ini sebagaimana yang pernah saya rasakan saat kecil dulu hingga dewasa bahkan hingga saat ini meski sudah tak seintens dulu karena masing-masing memiliki keluarga.


No comments:

Post a Comment

Terlahir dengan Takdir Berbeda