Search This Blog

Monday, February 28, 2022

Pengalaman SC ke 3 yang diRencanakan Part 1

 Sepekan menjelang akhir tahun waktunya cek up ke dokter sekaligus menentukan tanggal lahiran. Hasilnya, dokter menyarankan cek up terakhir di tanggal 5 Januari dan kemungkinan untuk SC di tanggal 6 Januari.


Selama sepekan itu kepikiran untuk dimajukan jadwal cek up terakhir sekaligus SC nya kalau bisa di tanggal 4 aja. Kenapa? Jadi, Qadarullah saya, suami, dan anak kedua lahir ditanggal 30. Kakak (anak pertama) selalu tanya kenapa gak ada yang sama seperti dia lahir di tanggal 4 (di keluarga inti kita). Dengan pertimbangan mau bikin kakaknya happy, akhirnya diputuskan untuk SC tanggal 4 Januari.


Oke, kita sepakat cek up di tanggal 3 januari. Saat cek up saya tanya kesediaan dokter (kan siapa tahu jadwal beliau padat) untuk SC besok di tanggal 4 apakah bisa. Alhamdulillah ternyata bisa dan malam itu juga saya langsung cek darah dan swab.

Keesokan paginya, saya usahakan terakhir makan sekitar jam 8 pagi karena rencana SC siang. Sampai di RS sambil urus administrasi dan nunggu kamar dapat kabar SC ditunda ke sore. Jadi saya putuskan buka puasa dulu karena lapar, hehe.. kita berdua makan di salah satu warung lamongan dekat RS.

Alhamdulillah setelah makan siang di luar, saya balik ke RS langsung masuk kamar, lanjut puasa lagi, sambil nunggu waktunya SC. Mulai pasang infus, cek ini dan itu. Saat sore tiba, dokter visit dan mengatakan SC diundur ke malam dan saya diminta buka puasa aja dulu (makan) biar ga lemes. Jujur saat itu uda males mau makan, karena gugup dan rasanya ga tenang karena belum kelar. Tapi untuk menjaga stamina, mau ga mau ya cuma makan 3 kurma, minum air putih, dan sepotong kecil kue.


Tiba-tiba sekitar satu jam setelah makan tadi, saya ditanya sudah makan apa aja, karena ternyata bisa SC langsung di jam itu. Jadilah saya langsung siap-siap untuk SC dengan sedikit terburu² (maaf ya ini kesan yang saya rasakan). Saat itu juga test alergi dan langsung diantar masuk ruang operasi.


Diantara tiga anak yang ketiganya SC, ini yang cukup berat. Mulai dari suntik anestesi sampai 2x kalau gak salah, karena saya merasakan jarum nusuk di bagian belakang sebanyak 2x, mungkin karena yang pertama saya bergerak nahan sakit, makanya diulang. Padahal dokter yang nyuntik masih sama saat SC kelahiran anak kedua (saat itu ga ada rasa sakit sama sekali). Entahlah, apa karena saya yang terlalu gugup jadi rasanya lebih sakit.


Saat anestesi mulai terasa efeknya, kebas di seluruh kaki sampai perut, napas agak sesak ya lagi-lagi mungkin karena terlalu gugup. Terasa kaki sampai perut mulai dibersihkan. Ternyata meski dianestesi, saya masih merasa agak ngilu sedikit dibagian bekas SC 6thn lalu, saya juga masih bisa merasa ada sentuhan dikaki yang rasanya kebas dan kesemutan itu. Tiba-tiba, dalam pikiran saat itu terbayang kematian. Dulu, saat memandikan jenazah ibu, saya diminta untuk pelan-pelan dan berhati-hati. Bibi saya berpesan untuk memandikan jenazah dengan lembut, karena orang yang meninggal masih bisa merasakan sakit dari sentuhan yang kita berikan. 'oh, mungkin begini ya kalau orang meninggal, badan ga bisa gerak tapi masih terasa sentuhan bahkan ngilu di bagian tubuh yang disentuh kalau terlalu berlebihan' dalam hati saya bergumam demikian.



Kedua, moment saat bayi dikeluarkan MasyaAllah.. bayinya perlu didorong supaya mau keluar, itu rasanya sampe susah napas, bisa dibilang sampe ingusan, tiba² pilek aja selesai itu. Terpaksa didorong supaya robekan diperut gak perlu diperlebar, karena bisa lebih lama pemulihannya.


Setelah bayi lahir, rasanya cuma happy walau sebenernya udah gak karuan. Saya sempat ditanya dokter mual gak karena jam puasa yang mungkin gak biasa, saya bilang mual, tapi ternyata karena cairan infus yang terlalu cepat bukan faktor puasa yang cuma kurleb sejam. Setelah aliran cairan infus disesuaikan, mual dan pusing hilang seketika.


Selesai SC, saya diantar ke ruang observasi. Selama kurang lebih satu jam di sana, obat anestesi pun sedikit demi sedikit mulai menghilang. Rasanya Allahu Akbar, menggigil, ngilu, perih, campur aduk jadi satu. Menggigil tingkat dewa, sampai² gigi gemletuk saling berbenturan. Tapi masih saya coba kendalikan dengan mengingat wajah sii bayik yang barusan lahir.

bersambung...


https://syifaachyar.blogspot.com/2022/03/pengalaman-sc-ke-3-yang-direncanakan.html


Hamil Ketiga yang diRencanakan

Kehamilan adalah perencanaan bersama antara suami istri. Bukan atas dasar keinginan pribadi atau sepihak. Oleh karenanya, setiap ibu hamil harus memiliki support system yang satu visi misi sama selama kehamilan bahkan sampai melahirkan. Dukungan bukan hanya sekedar kata-kata maupun materi tetapi melingkupi semua yang dibutuhkan ibu selama 9 bulan masa kehamilan.

Tidak ada kehamilan tanpa rencana, selama hubungan suami isteri berjalan dengan baik dan dilakukan secara sadar maka jika akhirnya terjadi kehamilan itu sebuah anugerah yang patut disyukuri. Setiap ruh yang ditiupkan pada janin oleh Allah SWT dalam perut seorang perempuan, itu artinya ia dipercaya mampu menjaga, merawat dan membimbing seorang anak.





Saya memutuskan untuk memiliki anak ketiga dengan niat pertama melakukan tindakan melepas alat kontrasepsi IUD pada bulan November 2019. Karena berpikir sudah mwncapai masanya IUD dilepas setelah 5 tahun bersama. Alhamdulillah selang 5 bulan setelah melepas IUD, saya kembali hamil.

Setiap kehamilan ada tantangan tersendiri. Meskipun terbilang sudah hamil 2 kali sebelumnya, namun kehamilan ketiga ini seperti kembali hamil pertama. Pasalnya, saya tidak pernah merasa seberat ini saat hamil. Mulai dari mual, muntah, tidak berselera makan apapun, sembelit hingga sakit nyeri sendi dan tulang di beberapa bagian tubuh. Bahkan menjelang trimester akhir, rasanya sulit untuk bisa tidur dengan nyenyak.

itulah mengapa ibu hamil tidak hanya membutuhkan asupan gisi yang komplit guna memenuhi kebutuhan janin, tapi juga dukungan moril untuk menjaga perasaan dan mental si ibu agar tetap dalam kondisi bahagia. Tapi namanya manusia, pasti tidak terlepas dari rasa yang kurang menyenagkan seperti sedih dan kecewa. Karena itu, ibu hamil juga perlu mendekatkan diri lebih dekat lagi kepada Allah SWT agar selalu terlindungi dari hal-hal buruk yang tidak diingini.

Menjalani kehamilan ketiga dengan lancar meski beberapa keluhan seperti yang telah diceritakan sebelumnya adalah hal yang wajar. Mungkin sebagian besar ibu hamil memiliki keluhannya masing-masing. Persiapan kelahiran pun sudah dipikirkan saat hamil, mengingat ini adalah kehamilan ketiga pasca dua kehamilan dengan kelahiran secar sebelumnya. Banyak kekhawatiran yang terlalu dipikirkan sehingga saya kurang rileks selama trimester akhir menjelang kelahiran. Walau bagaimanapun, apapun pilihan metode kelahiran tetap harus dilalui dengan mental yang kuat.

Kehamilan ketiga artinya menjadikan anak pertama sebagai seorang kakak dengan dua adik dan anak tengah menjadi seorang kakak dengan satu adik. Agar anak-anak memahami bahwa kasih sayang orang tua tidak akan berkurang meski ada tambahan anggota baru, saya selalu mendekatkan mereka meski adiknya masih dalam kandungan. Caranya dengan mengajak mengobrol bersama, diskusi bersama, dan memberikan kesempatan kedua kakaknya untuk menyalurkan rasa sayang terhadap sang adik dalam perut.

Begitu banyaknya kebutuhan selama hamil mulai dari kondisi ibu baik secara fisik maupun psikis, persiapan melahirkan, lingkungan keluarga inti yang saling mendukung, dan masing-masing anggota keluarga yang perlu diberikan pemahaman bahwa bertambahnya anggota keluarga merupakan kebahagiaan bersama.

Semangat untuk semua ibu hamil di manapun berada, semoga Allah SWT mudahkan dan mampukan setiap tantangan dengan hadirnya rasa sabar yang besar.

Barakallahufiikum.

Thursday, February 3, 2022

Kisah MENIKAH

Menikah

Jangan lakukan

hanya karena CINTA

Jangan langsungkan

hanya karena takut kehilangan

Karena MENIKAH lebih

lebih dari sekedar hidup bersama

MENIKAH butuh MENTAL yang SEHAT

RASA yang tajam

SABAR yang tak berbatas

MAKLUM yang banyak

MENIKAH harus SIAP di segala lini tanpa TAPI

Terlahir dengan Takdir Berbeda