Search This Blog

Wednesday, May 18, 2022

Pikiran SUAMI



PEKA. Satu kata sakral yang amat jarang dimiliki oleh para lelaki. Pasalnya kata itu mengandung lebih banyak penggunaan rasa saat direalisasikan. Sedangkan laki-laki cenderung banyak menggunakan logika ketimbang rasa. Walau hal ini tidak bisa digeneralisasi untuk semua laki-laki, tapi bisa dibilang sebagian besar demikian. Karena itu, jangan pernah memberi mereka kode karena bisa jadi tidak tersampaikan dengan baik. Jalan satu-satunya adalah komunikasi. Yap, hanya itu yang bisa dilakukan agar pesan tersampaikan. Bahkan masih ada peluang jika komunikasi harus dilakukan berulang sampai yakin bahwa pesannya diterima dan dilakukan.

Sederhanya komunikasi wajib disadari oleh keduanya, suami dan istri. Tidak bisa hanya satu pihak saja. Karena komunikasi dibangun dua arah, sesama manusia yang sama-sama punya mata untuk menatap lawan bicara, punya telinga untuk saling mendengarkan, ada hati dan pikiran untuk mengelola komunikasi sebelum akhirnya direspon melalui lisan masing-masing. Itulah komunikasi, terlihat mudah, tapi sayangnya kita tidak bisa bermudah-mudah dengan komunikasi.

Pada praktiknya, kita dituntut untuk bertanggung jawab atas komunikasi agar tetap sehat dan tidak membuat hubungan semakin jauh. Tak perlu berekspekstasi akan bertumbuh bersama dengan jalinan komunikasi yang baik. Selama komunikasi diupayakan untuk bisa berjalan sebagaimana mestinya, pertumbuhan individu sebagai pasangan akan terealisasi seiring berjalannya waktu. Kuncinya lagi-lagi soal komitmen dan konsistensi.

Komunikasi membutuhkan kebesaran hati bagi keduanya. Jikalau tidak demikian, maka tidak akan tercipta komunikasi yang harmonis. Walau komunikasi antara suami dengan istri bisa saja berbeda, keselarasan dapat tercipta saat sama-sama memiliki hati seluas samudera, sama-sama sabar dan saling pengertian untuk mencerna rangkaian kalimat yang telah disampaikan. Tidak memaksa maupun dipaksakan.

Berbicaralah. Komunikasikanlah. Karena sebagian besar kesalahpahaman yang besar berawal dari hubungan dengan komunikasi yang minim. Sampaikan apapun yang menjadi kritik dan saran. Ungkapkan apa saja yang dibutuhkan dan tergolong darurat. Berikan alasan yang mudah dipahami bersama, karena dengan begitu kita akan terus bisa beriringan menjalani kehidupan rumah tangga.

Paling utama adalah, komunikasi dengan Sang Pencipta. Karena bagaimanapun juga, pasangan kita, suami kita adalah milik-Nya. Maka mintalah dibukakan hati dan pikirannya agar mampu menerima dengan lapang setiap berkomunikasi dengan kita. 

Demikianlah Allah menjadikan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Q.S. Al Mudatsir 31).


Monday, May 16, 2022

Jadi OrangTua itu Rumit!

Sepuluh tahun dalam pernikahan, 9 tahun menjadi orang tua. Ternyata banyak sekali yang belum tertata dengan baik. Hal mendasar seperti visi dan misi pun agaknya perlu ditulis bukan hanya sekedar dibicarakan, sepakat, lalu tuntas. Karena seringkali terlewat begitu saja atau bahkan lupa bahwa keluarga ini berjalan tentu ada tujuan serta target yang perlu dicapai.
Sekarang kita sedang bebenah.


Baik, kita mulai dari Kebersihan dengan cara membiasakan sebuah rutinitas di luar keseharian. Apa saja?

1. Mandi setelah bepergian
2. Merapikan bekas makanan
3. Mengembalikan barang (apapun) pada tempat semula

Ketiga hal yang butuh waktu tidak sebentar agar bisa menjadi kesadaran "terbiasa".

Berikutnya adalah Keuangan, anak-anak sebetulnya sudah lama memiliki anggaran "jajan" masing-masing. Praktiknya masih banyak PR, walau kini lebih rapi karena mereka bertanggung jawab langsung dengan nominal secara 'fisik' yang diberikan. Termasuk dana THR yang mereka dapatkan di tahun ini, murni mereka yang kelola. Apapun yang terjadi, mereka harus terima. Orang tua hanya memberi saran, tapi hak guna dana tersebut ada di diri mereka sambil terus didampingi berkaitan dengan makna penggunaan uang berdasarkan kebutuhan vs keinginan agar lebih bermanfaat.

Jikalau menyangkut keseluruhan dana keluarga, tahun ini pun lebih tertata dalam hal anggaran yang ditetapkan, meski masih perlu penyesuaian dibeberapa kebutuhan. Kedepannya seru kali ya kalau bisa audit tahunan ala keluarga sebagai bentuk tanggung jawab setiap dana yang dikeluarkan, tapi dengan catatan keuangan yang tentunya sudah lebih pro termasuk aset (ciealah gaya) yang dimiliki.

Lantas, apa saja yang termasuk anggaran belanja bulanan?

1. Tabungan
2. SPP sekolah
3. Sewa Rumah (kebetulan kami masih jadi kontraktor, hehe.. Mohon do'a semoga Allah SWT mudahkan kiranya kami memiliki rumah, aamiin)
4. Listrik
5. Laundry (ex.sabun cuci, dkk)
6. Dapur (ex.bahan makan mentah / gofood, dkk)
7. Service Kendaraan
8. Internet & Pulsa
9. Lingkungan (sampah & keamanan)
10. Jajan Anak (dibagi sesuai jumlah anak)
11. Transportasi Online (ex.jasa antar jemput)
12. Holiday (ex.makan di luar)

Kebutuhan tiap rumah tangga berbeda, jadi masih bisa disesuaikan atau diperinci lagi tiap poinnya. Karena bagi saya, poin-poin tersebut hanya secara garis besar. Mungkin akan ada pertanyaan, "kok gak ada zakat / infaq?" InsyaAllah tanpa ada anggaran, keduanya selalu ada di setiap moment apapun. Silahkan ditambahkan jika dirasa perlu tercantum dalam anggaran.

Selanjutnya tentang apa? JADWAL. Yap, rutinitas itu perlu dibangun. Saya akui, masih sering timbul kekacauan, apalagi sekarang punya bayi, hal sepele soal 'tidur' masih belum terbentuk dengan benar. Apa saja yang berkaitan dengan Jadwal?

1. Shalat
2. Mengaji (baca Al-qur'an/iqra & murajaah)
3. Jadwal Anak (PR sekolah)
4. Jadwal Bunda (Masak,dkk)
5. Tidur dan Bangun Tidur (termasuk mandi dan bersih-bersih sebelum tidur)
6. Screen Time (nonton dan game)
7. Baca Buku dan Main
8. Makan (pagi, siang, sore)
9. QTime (olahraga, ngobrol,dkk)

Jadwal itu terlihat sangat sederhana, bahkan dilakukan setiap hari, tapi kami masih mengubah-ubah jadwal sampai saat ini belum menemukan formula yang tepat. Apalagi ditambah kejadiran bayi yang jadwalnya masih amburadul. Huffft. PR besar sesungguhnya ya tentang Jadwal. Fighting!?

Begitulah sekilas tentang "Kerumitan" menjadi orangtua. Belum seberapa, masih banyak lagi hal-hal lain yang menyertainya, seperti pola asuh, cara berkomunikasi dengan pasangan dan anak serta mengelola diri. Ya, diri sendiri pun perlu dikelola agar emosi yang kerap naik turun bahkan bablas ini bisa punya rem pakem sehingga tidak berlarut atau mengulang dengan kesalahan yang sama.

Semangattt menjadi orang tua yang senantiasa mau belajar dan membuka diri. 🖤

Terlahir dengan Takdir Berbeda