Search This Blog

Wednesday, January 6, 2021

a HALF of ME

Aku, untuk pertama kalinya mengijakkan kaki di bumi Borneo. Tepatnya Kalimantan Timur. Tak pernah kusangka bahwa aku harus melewati tantangan yang cukup berat. Jika mengingat masa adaptasi awal, tak jarang aku mendapati momen yang mampu membasuh kembali pipiku yang kemarau. Bukan karena hati yang terluka, atau maaf yang tak pernah hadir, hanya saja trauma itu cukup membekas. Apalagi trauma itu aku bawa mau tak mau hingga hari ini.

Aku saat gadis adalah seorang yang ceria. Kesibukan yang paling aku sukai adalah baca buku, komik, atau berada di depan layar laptop, ngetik, nulis, sambil dengerin musik. Semua itu jelas berubah, saat predikatku tak lagi berjalan seorang diri di kehidupan ini. Ada tanggung jawab baru, mengemban 2 predikat baru sekaligus dalam waktu berdekatan. Oh iya, dulu hobi masa gadisku saat itu adalah bercermin. Ya, aku selalu mengagumi dan bersyukur atas karunia yang Allah SWT berikan. Walau banyak yang mengatakan aku terlalu kurus, tapi aku punya modal jika terjun ke dunia modelling. Sayang, dunia itu tak bisa aku raih karena tentu tak ada dukungan. Tapi lumayan lah pernah menjajal icip dua kali jalan ala catwalk di atas panggung, wkwk.

Kehidupanku berubah, saat aku diuji oleh-Nya dengan sesuatu yang tak kembali seperti dulu lagi. Aku mencoba 'menerima' ketetapan yang diberikan sebagai penebus segala khilafku di masa lalu. Meski sudah 7 tahun berlalu, aku mulai perlahan merasakan bahwa "aku baik dan tak lagi merasa apapun". Tak dapat dipungkiri saat diri menatap layar datar bernama cermin, aku seperti merasa ada sesuatu yang berbeda. Apalagi jika aku mulai berfoto, selfie dan bahkan bicara. Aku berbeda. Ada yang tak kusuka di sana, sesuatu yang tak ku sangka akan menemani entah sampai kapan. 

Berawal dari keterbatasanku dalam merawat seorang bayi, kekuranganku dalam mengelola perasaan yang berlebih, ketidakmampuanku menjadi 'ibu baru" untuk anak pertamaku. Semua itu menyatu, bergulir dalam diriku sendiri tanpa kutemukan solusinya. Rasa rendah diri, serba gak tahu, gak bisa, dan semua pikiran negatif yang menjerumuskan diri ke dalam jurang sedalam-dalamnya. Beruntungnya, aku punya keluarga yang sangat support untuk semua hal, lahir dan batin. Meski mereka sangat jauh terpaut oleh jarak, tapi mereka tak lelah membantuku, menarik lenganku agar tak jatuh lebih dalam dan menemukan gelap. Mereka seperti seberkas cahaya yang kerap menuntunku kembali menemukan cahaya yang lebih terang.

Ingin rasanya ku tuliskan semua yang terjadi secara rinci. Tapi aku sudah lupa bagaimana rasanya, karena syukur itu telah menutupi segala luka, sedih, kecewa dan takut yang aku rasa. Tersisa trauma yang selama ini aku coba untuk sembuhkan. Belum berhasil karena tentu saja memerluka proses panjang, mungkin seumur hidup.

Sejujurnya saat ini yang ku khawatirkan adalah bagaimana orang lain meresponku. Karena jika merka tak pernah tahu apa yang pernah menimpaku bisa saja salah paham. Sebab apa yang aku tampilkan seperti bukan keramahan. Apalagi jika mereka hanya menangkap sisi yang sebenrnya ingin ku sembunyikan saja. Lagi-lagi aku belajar berbesar hati dan mengesampingkan "apa kata orang" tentang aku.

Tak banyak yang tahu kisah itu, pun aku tak pernah membahas dengan siapapun hanya karena tak ingin menguak kembali hal yang menurutku sudah berlalu. Harapanku satu saat orang-orang baru datang di kehidupanku semoga mereka tak pernah menanyakan itu. Walau aku yakin, sebagian mereka yang bergerak di dunia medis pasti paham jika memandangku dengan seksama.

baca juga : https://syifaachyar.blogspot.com/2020/11/pura-pura-lupa.html

Kini hampir 9 tahun sudah ku lewati dengan penuh lika-liku. IKhlas, ikhlas, oh ternyata bukan perkara yang mudah. Namun aku percaya bahwa aku mau bisa. Setahun terakhir aku sering mengunjungi laman media sosial seseorang yang membuatku termotivasi untuk beraktivitas dengan kesungguhan. Dia bilang, "seharusnya tidak ada yang tidak bisa, melainkan mau atau tidak mau", karena bisa itu diawali dengan mau, karena mau mampu membulatkan tekad sehingga menjadi bisa. Aku tak mau terus berlarut dengan perkara yang sama.

Pesanku pada semua yang mengenalku, jangan sekalipun melihatku hanya dari satu sisi saja. Karena mungkin bisa kecewa, tapi lihatlah aku secara utuh dari segala penjuru, agar dapat lebih mengenalku sebelum melabeliku dengan sesuatu yang mungkin saja keliru. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan dari diriku selama kita saling mengenal. Semoga Allah SWT meridhoi dengan keberkahan yang berlimpah untuk hidup dunia dan akhirat mu juga aku.


-sA-


 

No comments:

Post a Comment

Terlahir dengan Takdir Berbeda